PERATURAN ZONASI

PENGENDALIAN DAN PERATURAN ZONASI


Persoalan penataan ruang di Indonesia pada dasarnya berakar pada bagaimana pelaksanaan pembangunan dilakukan. Dalam pelaksanaannya suatu pengembangan kawasan seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan menjadikan keduanya sebagai suatu produk yang bertentangan. Rencana tata ruang yang telah disusun akan tetap menjadi suatu dokumen sedangkan pelaksanaan pembangunan tetap berjalan berdasarkan permintaan pasar. Ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang telah disusun dengan pelaksanaan pembangunan ini membutuhkan apa yang disebut dengan pengendalian. Dalam Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian merupakan bagian dari proses penyelenggaraan penataan ruang yang berupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memastikan bahwa proses pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.

Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan seringkali kawasan yang seharusnya menjadi kawasan pengembangan disalahgunakan oleh masyarakat setempat.Oleh karenanya zonasi kawasan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah menjadi berkurang dan akhirnya ditetapkanlah Penambahan Zonasi Pengembangan Kawasan.

FUNGSI DAN TUJUAN PENGENDALIAN

Dalam pelaksanaan pembangunan, pengendalian memiliki dua fungsi yaitu:
(1)Fungsi untuk memperbaiki suatu kegiatan yang telah berlangsung lama namun keberadaanya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada
(2)Fungsi untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak sesuai dengan acuan yang telah disusun.

Kedua fungsi pengendalian tersebut pada dasarnya diarahkan untuk dua tujuan, yaitu untuk mengarahkan dan mendorong pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan visi misi daripada pembangunan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan ruang, fungsi dan tujuan pengendalian ini dilakukan dengan didasarkan pada rencana tata ruang yang telah disusun, dimana rencana tata ruang tersebut mencerminkan visi misi pembangunan yang akan dicapai

BENTUK PENGENDALIAN

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bentuk pengendalian penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya meliputi empat jenis, yaitu peraturan zonasiperizinanpemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

  • Peraturan Zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang
  • Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai dengan tata ruang, dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.
  • Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang.
  • Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

PERATURAN ZONASI DALAM PENGENDALIAN

Dari semua bentuk pengendalian yang ada, salah satu yang mencoba diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia adalah peraturan zonasi. Peraturan zonasi ini sendiri dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan ruang merupakan salah satu alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang kedudukannya setara perizinan, insentif/disinsentif, dan sansi. Secara diagramatis kedudukan peraturan zonasi berdasarkan UU No. 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang dapat digambarkan sebagai berikut:

FILOSOFI PERATURAN ZONASI SEBAGAI PERANGKAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Peraturan Zonasi (Zoning regulation) yang merupakan perangkat aturan pada skala blok yang umum digunakan di negara maju potensial untuk melengkapi RDTRK agar lebih operasional. Penggunaan peraturan zonasi dapat dilakukan di negara-negara maju (Amerika Serikat dan Eropa Barat) dikarenakan pola ruang wilayah administratif pada negara-negara tersebut didasarkan pada pola pengembangan blok. Dengan pola ini, disertai dengan kelengkapan instrumen data dan kelembagaan, maka peraturan zonasi dapat ditegakkan sesuai dengan tujuan dari peraturan zonasi itu sendiri.

Untuk penggunaannya di Indonesia, ternyata peraturan zonasi tersebut memerlukan modifikasi tersendiri dikarenakan pengembangan pola ruang di Indonesia terutama masih didasarkan pada deliniasi administratif atau deliniasi kawasan yang berfungsi sama. Dengan berdasarkan hal ini, maka tentunya pelaksanaan peraturan zonasi di Indonesia harus berusaha diadopsikan dengan pola perencanaan di Indonesia. Gambar dibawah ini merupakan Penerapan Peraturan Zonasi.

Terhadap penerapan peraturan zonasi seperti ini ternyata ditemui beberapa kesulitan mendasar untuk langsung diadopsikan pada perencanaan ruang di Indonesia. Permasalah-permasalahan tersebut antara lain :

  • Varian terlalu banyak sehingga memerlukan waktu dan biaya yang besar
  • Pola ini membuat sistem penataan ruang yang baru sama sekali terhadap pola penaan ruang yang sudah berlaku saat ini
  • Pengaturan ruang sangat rigit sehingga kurang pas pada kota yang dinamis dan sedang berkembang

Dengan dilakukannya adopsi ini maka penerapan peraturan zonasi dapat memberikan dampak berikut terhadap perencanaan ruang:

  • Varian yang ada diatur secara khusus sedangkan yang tidak ditetapkan secara khusus diatur dalam tata cara penataan ruang yang umum
  • Pola ini menegaskan terhadap sistem penataan ruang yang sudah berkembang
  • Pengaturan ruang dapat fleksibel

Berdasarkan pola penerapan yang seperti itu maka kedudukan peraturan zonasi dalam penataan ruang di Indonesia tidak hanya sebagai “pelengkap RDTR” tetapi dapat berfungsi sebagai arahan dalam pembentukan RDTR yang merupakan turunan dari RTRW dan juga dapat berguna sebagai arahan dalam pembuatan rencana-rencana teknis lainnya yang merupakan penjabaran dari RDTR. Dengan posisinya yang unik tersebut, maka sangat tepat apabila peraturan zonasi ditetapkan sebagai perangkat pengendalian tidak hanya pada tingkat RDTR, tetapi juga pada tingkat RTRW Nasional, Provinsi dan Kota. gambar berikut merupakan aplikasi RDTR dan Peraturan Zonasi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bagian atas mengenai pentingnya peraturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang maka inovasi dari Pihak Konsultan terhadap pemanfaatan peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang adalah:

  1. Peraturan zonasi yang dihasilkan berlaku umum untuk seluruh kota (wilayah studi), artinya; klasifikasi zona dan klasifikasi kegiatan merupakan refleksi dari keberadaan karakteristik kawasan kota. Matriks perubahan pemanfaatan ruang dan Matriks kegiatan pemanfaatan ruang sifatnya adalah Kebijakan dari penataan ruang untuk kondisi kota yang bersangkutan.
  2. Agar peraturan zonasi dapat dimanfaatkan pada seluruh wilayah kota (tidak hanya terbatas pada bagian / kawasan tertentu saja pada suatu wilayah kota), maka Pihak Konsultan merasa berkepentingan bagi daerah untuk menetapkan peraturan zonasi untuk seluruh skala kota di dalam suatu peraturan daerah yang khusus mengatur mengenai peraturan zonasi itu sendiri.

PENGERTIAN DAN KONSEP PERATURAN ZONASI

Peraturan zonasi pada dasarnya adalah suatu alat untuk pengendalian yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang disusun untuk setiap blok/zona peruntukan (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang), dimana blok/zona peruntukan yang menjadi acuan ditetapkan melalui rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi ini lebih dikenal dengan istilah populer zoning regulation, dimana kata zoning yang dimaksud merujuk pada pembangian lingkungan kota ke dalam zona-zona pemanfaatan ruang dimana di dalam tiap zona tersebut ditetapkan pengendalian pemanfaatan ruang atau diberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnet, 1982). Adapun peraturan zonasi atau zoning regulation ini di beberapa negara lain diberlakukan dengan istilah yang berbeda-beda, antara lain zoning code, land development code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning bby law, dan sebaginya (Zulkaidi, 2008).

Peraturan zonasi ini pada dasarnya mengatur tentang klasifikasi zona, pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, secara rinci disebutkan bahwa peraturan zonasi berisi:

  1. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang
  2. Amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan)
  3. Penyediaan sarana dan prasarana
  4. Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, antara lain
    1. Keselamatan penerbangan
    2. Pembangunan pemancar alat komunikasi
    3. Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi

URGENSI PERATURAN ZONASI

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan ruang, peraturan zonasi ini menjadi penting artinya terutama yang berkenaan dengan upaya pemanfatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selama ini implementasi rencana tata ruang yang telah disusun bukan merupakan suatu perkara yang mudah. Kepentingan publik dengan kepentingan pribadi seringkali berbenturan sehingga apa yang telah disusun dan ditetapkan dalam suatu rencana tata ruang tidak sejalan dengan pembangunan yang ada. Dalam kondisi ini peraturan zonasi sebagai salah satu instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang menjadi penting artinya, karena peraturan zonasi ini dapat menjadi rujukan dalam perizinan, penerapan insentif/disinsentif, penertiban ruang, menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, serta dapat menjadi panduan teknis dalam pengembangan/pemanfaatan lana (Zulkaidi, 2008). Dengan adanya acuan yang jelas dan operasional mengenai bagaimana suatu rencana tata ruang dapat diterapkan, maka persoalan penyimpangan pembangunan terhadap rencana tata ruang setidaknya dapat dihindari dan dicegah.

PERKEMBANGAN WACANA DALAM PENERAPAN PERATURAN ZONASI

Dalam perkembangannya, penerapan peraturan zonasi dalam suatu kawasan perlu untuk sedikit kritis, terutama yang berkenaan dengan apa yang menjadi dasar atau acuan dalam penyusunan peraturan zonasi. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah secara eksplisit dijelaskan bahwa penyusunan peraturan zonasi ini dilakukan berdasarkan rencana rinci tata ruang yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal ini maka rencana rinci tata ruang yang benar dan tepat menjadi prasyarat utama dalam penyusunan peraturan zonasi. Berkaitan dengan kondisi ini, maka pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah

siapakah yang dapat menjamin bahwa rencana rinci tata ruang yang dijadikan acuan adalah tepat atau sesuai untuk diterapkan dalam suatu kawasan/wilayah?

Pertanyaan ini perlu menjadi bahan pertimbangan bersama, terutamanya para pelaku pembangunan, untuk menjadi lebih kritis terhadap rencana tata ruang yang akan diterapkan dalam suatu kawasan/wilayah, mulai dari proses penyusunan sampai dengan proses legalisasi rencana tata ruang tersebut. Saat ini,melalui Permen PU No. 11 / PRT / M Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya, Pemerintah telah berupaya melakukan pengontrolan terhadap kualitas dari rencana tata ruang yang disusun dan diajukan oleh pemerintah daerah. Namun proses dan prosedur persetujuan substansi ini masih belum cukup. Dalam hal ini kepedulian dan pemikiran kritis dari semua pelaku pembangunan diperlukan dalam proses penyusunan rencana tata ruang dan peraturan zonasi

PERATURAN ZONASI DALAM UU NO 26 2007

Pasal 8 ayat (6)

Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), ayat(2), ayat(3),ayat(4), ayat(5), Pemerintah :

  • a.Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan :
    • 1)….
    • 2) arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional

Pasal 9 ayat(6)

pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat(4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:

  • a.menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
    • 1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
    • 2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

Pasal 14

* … * (3) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

  • a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
  • b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
  • c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

* .. * (6) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. * (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 20

* (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

  • a.tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
  • b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
  • c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
  • d. penetapan kawasan strategis nasional;
  • e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
  • f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Pasal 23

* (1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

  • a.tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
  • b.rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
  • c.rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
  • d.penetapan kawasan strategis provinsi;
  • e.arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
  • f.arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Pasal 26

  • (1)Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
    • a.tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
    • b.rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
    • c.rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
    • d.penetapan kawasan strategis kabupaten;
    • e.arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
    • f.ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

DATA DAN INFORMASI PERATURAN ZONASI

PERATURAN PERUNDANGAN

  1. Permen PU No. 11 / PRT / M Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Subtansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya
  2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
  3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.19 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota;
  4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan no.56 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting;
  5. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2000 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)

TEORI DAN KONSEP

PRAKTIK DAN PENGALAMAN

Tinggalkan komentar